Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengatakan semua buku dinyatakan bebas pajak pertambahan nilai (PPN). Buku yang dimaksud, berwujud cetak maupun digital.
Namun, tidak semua buku bebas PPN. Ada jenis-jenis buku yang tetap dikenai PPN.
Aturan buku bebas PPN diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 5/PMK.010/2020 yang menyebutkan semua buku adalah buku pelajaran umum yang bebas PPN.
Baca juga: Infografis: Ini Buku Pertama yang Dilarang dalam Sejarah Modern"Sesuai dengan PMK Nomor 5/PMK.010/2020 dinyatakan bahwa semua buku (baik cetak maupun digital), adalah buku pelajaran umum yang bebas PPN," jelas Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat DJP Kemenkeu Dwi Astuti dalam keterangan tertulis, Selasa (26/11/2024), dikutip melalui detikFinance (27/11/2024).
Dikutip dari Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 5/PMK.010/2020 bagian Menimbang poin C, berikut ini bunyi peraturan yang dimaksud:
"bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 146 Tahun 2000 tentang Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan/ atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 146 Tahun 2000 tentang Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Buku Pelajaran Umum, Kitab Suci, dan Buku Pelajaran Agama yang atas Impor dan/atau Penyerahannya Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai;"
Baca juga: Ternyata Ini Buku Tertua di Dunia, Halamannya Berlapis EmasBuku-buku yang Kena PPNBeberapa jenis buku yang tetap dikenai PPN adalah buku-buku yang mengandung unsur melanggar hukum.
"Ketentuan tersebut tidak berlaku untuk buku yang mengandung unsur yang bertentangan dengan Pancasila, SARA, pornografi dan lain-lain," jelas Dwi.
Ia memaparkan, pembuktian kandungan unsur melanggar hukum haruslah melalui putusan pengadilan. Sehingga, selama tidak ada putusan pengadilan yang menyatakan suatu buku mengandung unsur yang bertentangan, maka buku tersebut tetap bebas PPN.
Kenaikan PPN 12% sendiri direncanakan mulai 2025, sesuai Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Membaca Nyaring Bersama Klub Buku Ibu-Ibu